MAKALAH
GANGGUAN
ISTIRAHAT TIDUR :
DISSOMNIA
NARKOLEPSI
Diajukan untuk memenuhi salah
satu tugas
Mata Kuliah Keperawatan Dasar
Program Studi Ilmu Keperawatan
![]()
Disusun oleh :
Mahasiswa Semester I Ekstension
1.
Nurhayati
2.
Rita Rochaeni
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN (STIKES)
BINA PUTERA
BANJAR
TAHUN AKADEMIK
2016 – 2017
|
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Askep
Gangguan Istirahat tidur :Dissomnia : Narkolepsi.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua
itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami
berharap semoga makalah tentang Askep Gangguan Istirahat tidur :Dissomnia :
Narkolepsi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Banjar, Desember 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
|
i
|
Daftar
Isi
Daftar
Tabel
Daftar
Singkatan
|
ii
iv
v
|
BAB I PENDAHULUAN
|
|
1.1
Latar Belakang
1.2
Identifikasi masalah
1.3
Tujuan
1.4
Manfaat
1.5
Sistematika Penulisan
|
1
5
5
5
6
|
BAB II KONSEP DASAR
|
|
2.1
Definisi
2.2
Etiologi
2.3
Fisiologi tidur
2.4
Jenis – jenis tidur
2.5
Siklus tidur
2.6
Faktor yang mempengarui kualitas
dan kuantitas tidur
2.7
Klasifikasi gangguan tidur
2.8
Patofisiologi
2.9
Tanda dan gejala
2.10 Komplikasi
2.11 Metode
pencegahan
2.12 Metode
pengobatan
2.13 Tes
diagnostik dan pemeriksaan penunjang
2.14 Pengkajian
2.15 Analisa
data
2.16 Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul
2.17 Nursing
Care Plane/Rencana keperawatan
2.18 Evaluasi
|
7
8
8
9
12
13
16
24
24
27
28
29
29
31
32
33
34
37
|
BAB III KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
|
40
40
|
Daftar
Pustaka
|
DAFTAR
TABEL
1.
Tabel 1. Tabel Mist 32
2.
Tabel 2. Analisa Data 33
3.
Tebel 3. Nursing Care Plan 35
4.
Tebel 4. Evaluasi SOAPIE 38
DAFTAR SINGKATAN
B
M R :
Basal Metabolisme Rate
EEG :
Elektroenchepalogram
RAS :
Reticular Activating System
BSR :
Bulbar Synchronizing Region
REM :
Rapid Eye Movement
NREM : Non Rapid Eye Movement
PPOK :
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
PSG : Polysomnogram
MSLT :
Multiple Sleep Latency Test
SOREM :
Sleep Onset Rapid Eye Movement
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ternasuk
dari salah satu kebutuhan dasar manusia adalah tidur. Kita tidak akan pernah
terlepas dari tidur di dalam keseharian. Tidur nyenyak adalah impian dari semua
orang, tak terkecuali kita. Namun itu tidak mudah untuk dicapai.
Istirahat
dan tidur suatu
faktor bagi pemulihan kondisi tubuh setelah sehari penuh melakukan aktivitas,
setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk istirahat dan tidur.
Manusia mempunyai kebutuhan istirahat tidur bervariasi dan istirahat tidur
sering mengalami perubahan karena kondisi tertentu. Kesehatan fisik dan emosi
tergantung pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Tanpa jumlah
tidur yang cukup, kemampuan untuk berkosentrasi, membuat keputusan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas harian akan menurun dan meningkatkan
iritabilitas (Potter & Perry, 2003)
Tidur
merupakan
kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau
sensoris yang sesuai (Guyton, 1968), atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan
tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri
adanya aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan
dari luar.
Tidur
merupakan
suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan dengan indra atau
rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun
diyakini tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional,
fisiologis dan kesehatan.
Seseorang
dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-tanda
sebagai berikut:
a.
Aktivitas fisik minimal
b. Tingkat
kesadaran yang bervariasi
c.
Terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan
d.
Penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.
Selama
tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis, diantaranya;
a.
Penurunan tekanan darah, denyut nadi.
b.
Dilatasi pembuluh darah perifer.
c.
Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal.
d.
Relaksasi otot-otot rangka.
e.
Basal metabolism rate (BMR) menurun 10-30%.
Pada
waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat
kesadaran pada organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang
mengalami penurunan kesadaran paling dalam selama tidur adalah indra penciuman.
Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat kesadaran paling kecil
adalah pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan mengapa orang-orang yang
sakit dan berada dalam lingkungan yang bising acap kali tidak dapat tidur.
Tidur
tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab
pada orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi
neuron-neuron substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui
melalui pemeriksaan Electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat
memperlihatkan fluktuasi energy (gelombang otak) pada kertas grafik.
Gangguan
tidur adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami resiko perubahan jumlah
dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan (Japardi, 2002)
Ganguan
tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita
yang berkunjung ke layanan kesehatan.
Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya,
miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling
sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang
berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur
biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.
Menurut
beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih
sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup .
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama
semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam praktek
sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan
lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan
masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal
diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah Kesehatan yang akan
dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang Hampir semua orang pernah
mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40%
orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah
serius (Japardi, 2002).
Dalam sumber
lain disebutkan, jika gangguan tidur tidak segera diatasi maka jangka waktu
yang lama akan berhubungan dengan penyakit-penyakit serius seperti tekanan
darah tinggi, serangan jantung, gangguan jantung, stroke, kegemukan, dan luka
akibat kecelakaan. Selain itu gangguan tidur juga dapat berpengaruh terhadap
masalah kesehatan psikis seperti depresi, gangguan jiwa, kerusakan mental,
mempengaruhi pertumbuhan janin dan anak-anak, serta terjadinya penurunan
kualitas hidup.
Menurut
penelitian Doghramji, penanganan yang tidak segera dilakukan pada orang yang
mengalami insomnia atau gangguan tidur lainnya dapat menyebabkan kerusakan
fungsional tubuh sehingga memerlukan biaya perawatan
yang mahal. Dikatakan pula bahwa tidur yang berlebih
tanpa diiringi kualitas tidur yang baik juga dapat berhubungan dengan
meningkatnya angka kematian, kesakitan, dan kecelakaan yang dapat mengancam
jiwa (Handayani, 2008).
Menurut data Internasional of Sleep
Disorder, prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut:
Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam
hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%),
ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65).
Demensia(5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2- 5%), gangguan obstruksi sesak
saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus(<1%), narcolepsy(mendadak
tidur) (0,03%-0,16%) (Japardi, 2002).
1.2
Identifikasi
masalah
Dari
latar belakang masalah tersebut di atas,dan banyaknya masalah gangguan tidur
maka penulis menarik masalah dari salah satu gangguan istirahat tidur yakni
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR DISSOMNIA : NARKOLEPSI
1.3
Tujuan
a.
Mengetahui tentang gangguan istirahat
tidur dan permasalahannya
b.
Mengetahui cara penanganan dan asuhan
keperawatan gangguan istirahat tidur ; DISSOMNIA : NARKOLEPSI
1.4
Manfaat
Manfaat
teoritis dalam penulisan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai masalah gagguan istirahat tidur :Dissomnia :narkolepsi
Selanjutnya penulisan ini juga memiliki manfaat dalam membedakan orang yang
memiliki masalah dissomnia dan yang tidak memiliki masalah dissomnia. penulisan
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan perawat dalam melaksanakan
intervensi keperawatan
1.5
Sistematika
Penulisan
BAB I Pendahuluan : Bab ini berisi latar belakang penulisan dan alasan mengapa
penulis mengangkat topik ini, masalah yang diangkat penulis, tujuan penulisan
yang terkait dengan konteks penelitian dan manfaat penelitian lalu ditutup
dengan sistematika penulisan yang berisi gambaran keseluruhan
mengenaipenelitian ini.
BAB II Tinjauan Pustaka : Bab
ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan.
BAB III Kesimpulan dan Saran : Bab
ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan,
dan saran dari penelitian yang telah dilaksanakan
BAB
II
KONSEP
DASAR
2.1
Definisi
Narkolepsi
merupakan salah satu bagian dari gangguan tidur kronik. Pengertian dari
narkolepsi sendiri adalah keinginan untuk tidur yang tidak tertahankan pada
keadaan dan waktu yang tidak sesuai. Serangan tidur ini biasanya muncul
mendadak dan dalam waktu yang singkat. Penderita narkolepsi biasanya akan
mengantuk lalu langsung tertidur kemudian setelah 15 menit orang tersebut akan
bangun dan merasa segar, tetapi setelah itu akan mulai merasa mengantuk lagi.
Kejadian ini akan terjadi secara berulang ulang setiap hari
Penyakit
ini berbeda dengan insomnia yang terjadi secara terus menerus. Justru penderita
narcolepsy ini terkena serangan secara mendadak pada saat yang tidak tepat,
seperti sedang memimpin rapat – biasanya terjadi serangan pada kondisi emosi
yang tegang seperti: marah, takut atau jatuh cinta. Serangan narcolepsy dapat
melumpuhkan seseorang dalam beberapa menit ketika dia masih sadar dan secara
tiba-tiba membawanya ke alam mimpi.
Penderita
narColepsy akan mengantuk sepanjang hari, dan pada kasus narkolepsi yang berat,
penderitanya akan tertidur dengan tanpa disadarinya beberapa kali dalam sehari.
Diduga, narkolepsi disebabkan oleh gangguan fungsi hipotalamus di otak.
Narkolepsi merupakan kondisi langka yang belum ditemukan obatnya.
2.2
Etiologi
Gangguan
terjadi pada mekanisme pengaturan tidur. Tidur, berdasarkan gelombang otak,
terbagi dalam tahapan-tahapan mulai dari tahap 1, 2, 3, 4 dan Rapid Eye
Movement (REM.) Tidur REM adalah tahapan dimana kita bermimpi. Pada penderita
narkolepsi gelombang REM seolah menyusup ke gelombang sadar. Akibatnya kantuk
terus menyerang, dan otak seolah bermimpi dalam keadaan sadar. Akibatnya kantuk
menyerang terus dan otak seolah bermimpi dalam keadaan sadar.
Kelainan
ini cenderung ditemukan juga dalam satu keluarga, sehingga diduga merupakan
penyakit keturunan. Diduga karena kerusakan genetik system saraf pusat yang
menyebabkan tidak terkendali lainnya periode tidur REM.
Rasa
kantuk yang berlebihan di siang hari yang tidak disebabkan oleh gangguan mood
atau karena mengonsumsi jenis obat tertentu merupakan masalah kesehatan umum
yang utamanya disebabkan oleh :K uantitas tidur yang kurang atau karena
gangguan lain seperti karena kerja shift. Kualitas tidur yang buruk karena
berbagai masalah, salah satunya seperti karena menderita penyakit kronis. Masalah
dengan keterjagaan di siang hari. Istilah narkolepsi umumnya digunakan untuk
kelompok dengan gangguan ini.
2.3
Fisiologi
Tidur
Aktivitas
tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak,yaitu Reticular
Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS di
bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran; memberi stimulus
visual,pendengaran,nyeri,dan sensori raba;serta emosi dan proses berfikir. Pada
saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,sedangkan pada saat tidur terjadi
pelepasan serum serotonin dari BSR (Tarwoto,Wartonah,2003).
2.4
Jenis-jenis
Tidur
Pada
hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur
dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement) dan tidur dengan gerakan
bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement).
a.
Tidur REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap
90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur
NREM dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM, otak
cenderung aktif dan metabolismenya meninggkat hingga 20%. Pada tahap individu
menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba,
tonus otot terdepresi,sekresi lambung meningkat,dan frekuensi jantung dan
pernapasan sering kali tidak teratur.
Tidur REM merupakan tidur dalam
kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebutberarti tidur REM ini
sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan dua bola matanya bersifat
sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah
bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi
lambung meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur,
kecepatan jantung dan pernafasan tidak teratur sering lebih cepat, suhu dan
metabolism meningkat.
Apabila seseorang mengalami
kehilangan tidur REM, maka akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut :
1)
Cenderung hiperaktif.
2)
Kurang dapat mengendalikan diri dan
emosi (labil).
3)
Nafsu makan bertambah.
4)
Bingung dan curiga.
b.
Tidur NREM
Tidur NREM disebut juga sebagai
tidur gelombang-pendek karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang
tidur lebih pendek daripada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang yang
sadar. Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Di
samping itu,semua proses metabolik termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan
kerja otot melambat.
Tidur NREM merupakan tidur yang
nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lamban dibandingkan pada
orang yang sadar atau tudak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain mimpi
berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun, metabolism
turyn dan gerakan bola mata melambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap
yang masing–masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang
otak. Tahap I-II disebut sebagai tidur ringan (light sleep) dan tahap III-IV
disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta sleep).
1)
Tahap I
Merupakan tahap transisi dimana
seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap ini ditandai dengan
seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata
menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan kanan, kecepatan jantung dan
pernafasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi
gelombang-gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap ini dapat dibangunkan
dengan mudah.
2)
Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan
proses tubuh terus menurun. Ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak,
suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan menurun serta proses jantung dan
pernafasan menurun secara jelas. Pada EEG timbul gelombang beta dengan
frekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut gelombang tidur.
Tahap ini berlangsung 10-15 menit.
3)
Tahap III
Pada tahap ini keadaan fisik lemah
lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung,
pernafasan dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi
system saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan gelombang beta menjadi 1-2
siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap ini sulit dibangunkan.
4)
Tahap IV
Merupakan tahap tidur dimana
seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik
yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG, tampak hanya terlihat
gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1-2siklus/detik. Denyut jantung
dan pernafasan menurun hingga 20-30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi.
Selain itu tahap ini dapat memulihkan keadaan tubuh.
Selain ke empat tahap tersebut,
sebenarnya ada satu tahap lagi yaiti tahap V. Merupakan tidur REM dimana
setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. hal tersebut ditandai dengan
kembali bergeraknya bola mata yang kecepatannya lebih tinggi dibanding tahap
sebelumnya. Berlangsung selama 10 menit dan dapat terjadi mimpi.
2.5
Siklus
tidur
Selama
tidur , individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur yang komplet
normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui emapt
hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap
NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit,
kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit. Setelah itu, individu
kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya
dan berlangsung selama 10 menit.
Selama
tidur malam sekitar 7-8 jam, seseorang mengalami REM dan NREM bergantian
sekitar 4-6 kali. Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan
menunjukan gejala-gejala sebagai berikut :
a.
Menarik diri, apatis dan respon menurun.
b.
Merasa tidak enak badan.
c.
Ekspresi wajah kuyu.
d.
Malas bicara.
e.
Kantuk yang berlebihan.
Sedangkan apabila
mengalami kehilangan tidur REM dan NREM maka akan menunjukan gejala-gejala
sebagai berikut :
a.
Kemampuan memberikan keputusan atau
pertimbangan menurun.
b.
Tidak konsentrasi.
c.
Terlihat tanda-tanda keletihan seperti
penglihatan kabur, mual dan pusing.
d.
Sulit beraktivitas.
e.
Daya ingat berkurang, bingung, timbul
halusinasi dan ilusi penglihatan atau pendengaran
2.6
Faktor
yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Tidur
Pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi
dengan baik. Adapula yang mengalami gangguan. Banyak faktor yang mempengaruhi
kualitas maupun kuantitas tidur, diantaranya :
a.
Penyakit.
Penyakit dapat menyebabkan nyeri
atau distress fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Pada orang yang
sakit dan rasa nyeri, kebutuhan tidurnya tidak dapat terpenuhi dengan baik
sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Individu yang sakit membutuhkan
waktu tidur yang lebih banyak dari pada biasanya.di samping itu, siklus
bangun-tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
b.
Lingkungan.
Faktor lingkungan dapat membantu
sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya
stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur
yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang.
Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh
dengan kondisi trsebut.
c.
Kelelahan.
Kelelahan dapat mempengaruhi pola
tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak.
Sedangkan pada klelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM
lebih pendek. Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.
Semakin lelah seseorang,semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya.
Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
d.
Gaya hidup.
Individu yang sering berganti jam
kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
e.
Stress emosional.
Ansietas dan depresi sering kali
mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar
norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simapatis. Kondisi ini
menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga saat tidur.
f.
Stimulant dan alkohol.
Kafein yang terkandung dalam
beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur.
Sedangkan konsumsi alcohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM.
Ketika pengaruh alcohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi
buruk.
g.
Diet.
Makanan yang banyak mengandung
L-Triftopan seperti keju, susu, daging, dapat menyebabkan seseorang mudah
tidur. Sebaliknya minuman yang mengandung kafein dan alkohol akan mengganggu
tidur. Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan
seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan
dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.
h.
Merokok. Nikotin yang terkandung dalam
rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya, perokok sering kali
kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari.
i.
Medikasi.
Obat-obatan yang dikonsumsi
seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula sebaliknya mengganggu
tidur. Misalnya obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM. Obat-obatan
tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. hipnotik dapat mengganggu
tahap III dan IV tidur NREM, metabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk, sedangkan narkotik (mis; meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui
dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
j.
Motivasi.
Keinginan untuk tetap terjaga
terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. sebaliknya, perasaan bosan
atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.
2.7
Klasifikasi
Gangguan Tidur
Gangguan
terjadi pada mekanisme pengaturan tidur. Tidur, berdasarkan gelombang otak,
terbagi dalam tahapan-tahapan mulai dari tahap 1, 2, 3, 4 dan Rapid Eye
Movement (REM.) Tidur REM adalah tahapan dimana kita bermimpi. Pada penderita
narkolepsi gelombang REM seolah menyusup ke gelombang sadar. Akibatnya kantuk
terus menyerang, dan otak seolah bermimpi dalam keadaan sadar.
Klasifikasi
gangguan tidur menurut Internasional
Classification of Sleep Disorders adalah sebagai berikut :
a.
Dissomnia
1)
Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak
periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post
traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik.
2)
Gangguan tidur ekstrisik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan,
perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau
stimulant
3)
Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal
kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma fase tidur belum waktunya,
bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam.
b.
Parasomnia
1)
Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan
tidur teror, aurosal konfusional
2)
Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur
berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama
3)
Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah
laku, gangguan sinus arrest
4)
Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram),
mengompol, sukar menelan, distonia parosismal
c.
Gangguan tidur berhubungan dengan
gangguan kesehatan/psikiatri
1)
Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan
afektif, panik (nyeri hebat), alkohol
2)
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status
epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la
tourette sindroma.
3)
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit asma,penyakit jantung,
ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks gastrointestinal, penyakit paru
kronik (PPOK)
d.
Gangguan tidur yang tidak
terklassifikasi
Dissomnia
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur
(failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as
sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi daintaranya.
a.
Gangguan tidur spesifik Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak
tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung
10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar
kembali dan terulang kembali 2 - 3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya
menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase
REM.
Berbagai bentuk narkolepsi :
1)
Gangguan gerakan anggota gerak badan
secara periodik (periodik limb movement disorders)/mioklonus nortuknal
Ditandai adanya gerakan anggota
gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi
pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu
jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung
antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60 detik atau mungkin berlangsung
terusmenerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada
mioklonus. Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan
gangguan tidur kronik yang terputus.
2)
Gangguan bernafas saat tidur (sleep
apnea)
Terdapat tiga jenis sleep apnea
yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran
dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur,
yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Apnea sentral sering terjadi pada
usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi
akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya
aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga
pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan
pada batang otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper
airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan
selama apnea, peningkatan usahas otot dada dan dinding perut dengan tujuan
memaksa udara masuk melalui obstruksi. Baik pada sentral atau obstruksi apnea,
pasien sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit
kembali untuk jatuh tidur.
Gangguan ini sering ditandai dengan
nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering
berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome,
adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal
defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke,
GBS, arnord chiari malformation.
3)
Paska trauma kepala
Sebagian besar pasien dengan paska
trauma kepala sering mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala
dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun kemudian. Pada
gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan peningkatan sejumlah
fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat
berperan dalam penentuan kelainan tidur.
Pada penelitian terakhir
menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa
diikuti oleh fase onset REM. Penanganan dengan proses program rehabilitasi
seperti sleep hygine. Litium carbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan
tidur akibat trauma kepala
b.
Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders
(gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan
bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini
sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam
pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi
ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur
siklus biologi irama tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua
pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami
gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa
penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler
dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian).
Perubahan yang jelas secara organik
yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama
sirkadian dapat dikategorikan dua bagian :
1)
Sementara (acut work shift, Jet lag)
2)
Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama
tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan
perubahan pada fase REM Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah
sebagai berikut :
1)
Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep
phase type)
yaitu ditandai oleh waktu tidur dan
terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa
muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orangorang tersebut sering tertidur
(kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
2)
Tipe Jet lag
ialah menangantuk dan terjaga pada
waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian
melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya
panjang dengan tidur yang terputus-putus.
3)
Tipe pergeseran kerja (shift work type).
Pergeseran kerja terjadi pada orang
yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi
jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik
seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola
tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4)
Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced
sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih
sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8
malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup
ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal
irama tidur sirkadian yang tdk sesuai.
5)
Tipe bangun-tidur beraturan
6)
Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
c.
Lesi susunan saraf pusat (neurologis)
Sangat jarang. Lesi batang otak
atau bulber dapat mengganggu awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan
gangguan tidur organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi
atau trauma daerah ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM
berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan
tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti
Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan
penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering
terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada
dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi
siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat
mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak
epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ½)
jarang terjadi pada fase REM.
d.
Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel
sindroma, distessia, miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik
seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus
peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur
seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.
e.
Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan
oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine,
kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin,
antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase tidur REM.
2.8
Patofisiologi
Patofisiologi
narkolepsi pada manusia telah ditemukan setelah para peneliti menemukan gen-gen
narkolepsi pada hewan. Para peneliti sekarang percaya bahwa dalam hampir 90
dari orang yang menderita narkolepsi disebabkan oleh kekurangan hypocretin /
orexin ligan.
Oleh
karena itu, percaya bahwa narkolepsi adalah genetik di alam karena fungsi
normal dan abnormal neurotransmitter modulasi kekebalan. Namun, para peneliti
telah mampu mengembangkan sebuah tes diagnostik baru yang melibatkan mengukur
cairan serebrospinal untuk tingkat hypocretin. Dan jika masalah dapat dilihat
dalam tingkat ini, maka terapi penggantian hypocretin dapat diberikan. Namun,
pengobatan ini masih dalam tahap perkembangan dan tidak tersedia untuk merawat
orang yang menderita narkolepsi.
2.9
Tanda
dan gejala
Gejala
biasanya dimulai pada masa remaja atau dewasa muda dan menetap seumur hidup.
Penderita menghadapi serangan kantuk mendadak yang tak tertahankan, yang bisa
terjadi setiap saat. Rasa ingin tidur hanya dapat ditahan untuk sementara
waktu; tetapi sekali tertidur, penderita biasanya dapat dengan mudah
dibangunkan. Serangan bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, dan setiap
serangan biasanya berlangsung selama 1 jam atau kurang. Serangan lebih sering
terjadi pada keadaan yang monoton, seperti rapat yang membosankan atau
mengemudi mobil dalam jarak jauh. Penderita merasakan kesegaran ketika terbangun,
tetapi beberapa menit kemudian akan tertidur kembali.
Untuk
mengenali penderita narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik (classic tetrad) :
a.
Rasa kantuk berlebihan (EDS)
Karakteristik utama narkolepsi
adalah mengantuk luar biasa dan tak terkendali di siang hari. Orang dengan
narkolepsi tertidur secara tiba-tiba, di mana saja dan kapan saja. Sebagai
contoh, penderita mungkin tiba-tiba tertidur untuk beberapa menit di tempat
kerja atau ketika sedang berbicara dengan teman. Penderita tidur hanya beberapa
menit atau sampai setengah jam sebelum bangun dan merasa segar, tapi kemudian
tertidur lagi. Selain tidur di waktu dan tempat yang tidak tepat, penderita
juga mengalami penurunan kewaspadaan sepanjang hari.
Rasa kantuk dapat dipuaskan setelah
tidur selama 15 menit, tetapi dalam waktu singkat kantuk sudah menyerang
kembali. Sebaliknya di malam hari, banyak penderita narkolepsi yang mengeluh
tidak dapat tidur.
b.
Katapleksi (cataplexy)
Penderita bisa mengalami kelumpuhan
sementara tanpa disertai penurunan kesadaran (keadaan ini disebut katapleksi),
sebagai respon terhadap suatu reaksi emosional mendadak, seperti kemarahan,
ketakutan, kegembiraan, tertawa atau kejutan.
Berjalan menjadi timpang,
menjatuhkan barang yang sedang dipegang atau terjatuh ke tanah. Penderita juga
bisa mengalami episode kelumpuhan tidur, dimana ketika baru saja tertidur atau
segera sesudah terbangun, penderita merasakan tidak dapat bergerak.
Kondisi tiba-tiba lemas (seperti
tak berotot), dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik, dari cadel ketika
berbicara untuk melengkapi kelemahan dari sebagian besar otot, dan dapat
berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit. Cataplexy yang tidak
terkontrol dan sering dipicu oleh emosi yang kuat, biasanya yang positif
seperti tertawa atau kegembiraan, tapi kadang-kadang ketakutan, kejutan atau
kemarahan. Misalnya, kepala penderita dapat terkulai tak terkendali atau lutut
tiba-tiba lemas ketika tertawa.
Beberapa orang dengan pengalaman
narkolepsi hanya satu atau dua episode cataplexy setahun, sementara yang lain
memiliki banyak episode setiap hari. Dari data Mayoclinic dipSerkirakan 70
persen orang dengan pengalaman narkolepsi mengalami cataplexy.
c.
Sleep paralysis
Sleep paralysis adalah keadaan
lumpuh dimana penderitanya tidak dapat menggerakkan tubuhnya sama sekali. Di
saat peralihan dari sadar ke tidur, sleep paralysis bisa menyerang berbarengan
dengan halusinasi sehingga menimbulkan pengalaman yang menakutkan bagi
penderitanya. Ini terjadi karena gelombang tidur REM (mimpi) yang menerobos ke
kesadaran sehingga seolah penderita bermimpi di siang bolong. Anda tentu ingat,
bahwa dalam tahap tidur REM seluruh otot tubuh (kecuali mata dan pernafasan)
menjadi lumpuh total.
Orang-orang dengan narkolepsi
sering mengalami ketidakmampuan untuk bergerak atau berbicara saat jatuh
tertidur atau saat terjaga dalam beberapa menit. kejadian ini biasanya singkat-
yang berlangsung satu atau dua menit. Penderita merasa hilang kendali atas
tubuhnya.
d.
Hypnagogic/hypnopompic hallucination.
Halusinasi (melihat atau mendengar
benda yang sesungguhnya tidak ada) bisa terjadi pada awal tidur atau ketika
terbangun. Halusinasi ini menyerupai mimpi biasa, tetapi lebih hebat.
Kondisi mimpi yang menyusup ke alam
sadar bermanifestasi sebagai halusinasi. Penderita narkolepsi biasanya
berhalusinasi seolah melihat orang lain di dalam ruangan. Orang lain tersebut
bisa orang yang dikenal, teman, keluarga, sekedar bayangan, hantu atau bahkan
makhluk asing, tergantung pada latar belakang budaya penderita. Dengan gejala-gejala
yang tidak biasa ini, tidak jarang keluarga menganggap penderita narkolepsi
mengidap gangguan jiwa.
2.10
Komplikasi
a.
Kesalahpahaman terhadap kondisi
narkolepsi
Narkolepsi dapat menyebabkan masalah serius
baik secara profesional dan pribadi. Orang lain mungkin melihat hal ini sebagai
malas, lesu atau tak sopan. Kinerja di lingkungan kerja dan sekolah
mungkin juga akan memburuk karena narkolepsi.
b.
Mengganggu keintiman
Kantuk ekstrim dapat menyebabkan
dorongan seks rendah atau impotensi, dan orang dengan narkolepsi bahkan bisa
tertidur saat berhubungan seks. Masalah yang disebabkan oleh disfungsi seksual
menjadi lebih buruk karena pengaruh emosi. Perasaan kuat seperti marah
atau sukacita, dapat memicu beberapa tanda-tanda narkolepsi seperti cataplexy,
menyebabkan orang menarik diri dari interaksi emosional.
c.
Membahayakan fisik.
Serangan tidur dapat mengakibatkan
cedera fisik pada orang dengan narkolepsi. Peningkatan risiko kecelakaan mobil
meningkat jika serangan tidur terjadi saat mengemudi. Risiko luka dan luka
bakar lebih besar jika tertidur saat menyiapkan makanan di dapur.
2.11
Metode
Pencegahan
Modifikasi
gaya hidup yang penting dalam mengelola gejala narkolepsi. Anda bisa
mendapatkan manfaat dari langkah-langkah ini :
a.
Tetaplah pada jadwal. Tidur dan bangun
pada waktu yang sama setiap hari, termasuk akhir pekan.
b.
Ambil tidur siang. Jadwalkan tidur siang
pendek secara teratur sepanjang hari. Tidur siang 20 menit pada waktu strategis
sepanjang hari mungkin akan menyegarkan dan mengurangi kantuk selama satu
sampai tiga jam.
c.
Hindari nikotin dan alkohol. Dengan
menggunakan bahan ini, terutama pada malam hari, dapat memperburuk tanda-tanda
dan gejala Anda.
d.
Dapatkan olahraga secara teratur.
Moderat, olahraga teratur setidaknya empat sampai lima jam sebelum tidur dapat
membantu Anda merasa lebih terjaga di siang hari dan tidur lebih baik di malam
hari.
2.12
Metode
pengobatan
Narkolepsi
adalah suatu kronis yang tidak hilang sepenuhnya. Meskipun tidak ada obat untuk
narkolepsi, pengobatan dan perubahan gaya hidup dapat membantu penderita
mengelola gejala. Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain stimultan atau
antidepresan. Namun sebelum mengkonsumsi obat tersebut disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter.
Obat
perangsang (stimulan), seperti efedrin, amfetamin, dekstroamfetamin dan
metilfenidat, bisa membantu mengurangi narkolepsi. Dosisnya disesuaikan agar
tidak terjadi efek samping yang tidak diinginkan, seperti kegelisahan, terlalu
aktif atau penurunan berat badan.
Untuk
mengurangi katapleksi, biasanya diberikan obat anti-depresi, yaitu imipramin.
Dengan perawatan yang tepat dan penuh disiplin, seorang penderita narkolepsi
dapat hidup normal. Apalagi dengan disertai dukungan dari keluarga dan para
sahabat yang siap menjaga keselamatan si penderita.
2.13
Tes
Diagnostik atau Pemeriksaan Penunjang
Untuk
menegakkan diagnosa, selain keempat gejala klasik tadI Hingga saat ini ada dua
metode untuk mengetahui dengan pasti apakah seseorang memiliki narkolepsi atau
tidak adalah sebagai berikut :
a.
Tes Polysomnogram (PSG)
Dilakukan ketika pasien menjalani
tidur di malam hari. Bertujuan untuk mengungkap adanya ketidaknormalan dalam
siklus tidur. Caranya dengan mengukur pernapasan, gelombang otak, dan detak
jantung. Dokter akan mengetahui manakala fase REM terjadi pada waktu-waktu yang
tidak wajar.
b.
Multiple Sleep Latency Test (MLST).
Kebalikan dari tes PSG yang
dilakukan malam hari, MLST justru sebaliknya dilakukan di siang hari. Tes ini
bertujuan untuk mengungkapkan berapa lama waktu yang dibutuhkan pasien untuk
tertidur di siang hari. Dokter akan menyuruh pasien untuk tidur siang empat
hingga lima kali, dengan interval waktu 2 jam. Pasien yang tertidur, dan
memasuki fase REM, dalam waktu kurang dari lima menit artinya terindikasi
positif menderita narkolepsi.n dan dilanjutkan dengan Multiple Sleep Latency
Test (MSLT.) MSLT adalah sleep study yang dilakukan di pagi hingga sore hari
untuk mengetahui seberapa lama seseorang dapat tertidur di pagi/siang hari.
Pemeriksaan dibagi menjadi 5 kali tidur siang, dimana setiap kalinya pasien
diberi waktu 20 menit untuk jatuh tidur dengan tidur pertama berjarak 1,5
hingga 3 jam setelah bangun pagi. Penderita narkolepsi tertidur kurang dari 5 menit
dan biasanya dari 5 tidur siang terdapat 2 sleep onset REM (SOREM.) SOREM
adalah kondisi dimana gelombang otak penderita berubah langsung dari terjaga ke
REM.
Pada narkolepsi yang tidak disertai
dengan katapleksi, selain menggunakan MSLT diagnosa dapat juga ditegakkan
dengan ditemukannya antigen khusus atau rendahnya kadar hipokretin (orexin)
dalam cairan serebro spinal. Walaupun tidak spesifik untuk memeriksa narkolepsi,
pemeriksaan ini dapat membantu diagnosa. Biasanya pasien tanpa katapleksi yang
tes positif, baru akan diperiksakan kadar hipokretin.
Elektroensefalogram (EEG), yang
merupakan rekaman aktivitas listrik otak, bisa menunjukkan bahwa pola tidur REM
terjadi pada saat penderita mulai tertidur. Hal ini khas untuk narkolepsi.
Tidak ditemukan perubahan struktural dalam otak dan tidak ditemukan kelainan
dalam hasil pemeriksaan darah.
Tabel 1
Tabel Mist
MENIT
|
KANTUK
|
0-5
|
PARAH
|
5-10
|
SULIT
|
10-15
|
DIKELOLA
|
15-20
|
UNGGUL
|
2.14
Pengkajian
a.
Riwayat tidur.
1)
kuantitas (lama tidur) dan kualitas watu
tidur di siang dan malam hari.
2)
Aktivitas dan rekreasi yang di lakukan
sebelumnya.
3)
Kebiasaan/pun saat tidur.
4)
Lingkungan tidur.
5)
Dengan siapa paien tidur.
6)
Obat yang di konsumsi sebelum tidur.
7)
Asupan dan stimulan.
8)
Perasaan pasien mengenai tidurnya.
9)
Apakah ada kesulitan tidur.
10) Apakah
ada perubahan tidur.
b.
Gejala Klinis.
1)
Perasaan Lelah.
2)
Gelisah.
3)
Emosi.
4)
Apetis.
5)
Adanya kehitaman di daerah sekitar mata
bengkak.
6)
Konjungtin merah dan mata perih.
7)
Perhatian tidak fokus.
8)
Sakit kepala.
c.
Penyimpangan Tidur.
Seperti telah dijelaskan pada bab
oembahasan di atas, gangguan tidur yang mungkin terjadi adalah :
1)
Insomnia.
2)
Somnabulisme.
3)
Enuresis.
4)
Narkolepsi.
5)
Nightmare dan Night Terrors (mimpi buruk).
6)
Apnea / tidak bernapas dan Mendengkur.
2.15
Analisa
Data
Tabel 2
Analisa
Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DO:Penurunan
kemempuanfungsi
–Penurunan
proporsi tidur REM
–Penurunan
proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur.
–Peningkatan
proporsi pada tahap 1 tidur
DS:
– Bangun lebih awal/lebih lambat
– Secara
verbal
menyatakan
tidak fresh sesudah tidur
|
·
Transfer oksigen
·
Pengaruh obat
·
kelelahan
|
Gangguan pola
tidur
|
2
|
DO/DS :
Sulit
berkonsentrasi
Kesulitan
bernafas
narkolepsi
– Kontak
mata kurang
– Kurang
istirahat
– Berfokus
pada diri sendiri
|
ketidak mampuan untuk. Tidur
Krisis
situasional, Stress, perubahan
status
kesehatan, ancaman kematian
|
Cemas
|
3
|
DO/DS :gelisah
|
Narkolepsi
|
Koping individu tidak efektif
|
4
|
DO/DS :
sakit kepala
ketika bangun
frekuensi
dan kedalaman nafas abnormal
|
Henti
nafas saat tidur
|
.Gangguan pertukaran gas
|
5
|
DO/DS :
Serangan
ngantuk berlebih
Mengatakan
lelah
Lemah lesu
tidak bergairah
|
Narkolepsi akibat
Kimia(obat
obatan:agen farmasi, alkohol, kafein,nikotin, bahan pengawet,
|
.
Potensial cidera
|
6
|
DO/DS:
Sulit
berinteraksi
Sering terjadi
serangan mengantuk tidak tepat waktu
|
Penyimpangan
tidur :dissomnia
|
Gangguan konsep diri
|
2.16
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan
transfer oksigen, gangguan pengaruh obat.kelelahan
b.
Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan
untuk. tidur, henti nafas saat tidur,a(sleep apnea) dan keetidak mampuan
mengawasi prilaku.
c.
Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan narkolepsi.
d.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
henti nafas saat tidur.
e.
Potensial cidera berhubungan dengan
narkolepsi.
f.
Gangguan konsep diri berhubungan dengan
penyimpangn tidur dissomnia
2.17
Nursing care plan atau rencana asuhan keperawatan
Tabel
3
Rencana
Asuhan Keperawatan
No
|
DX
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Implementasi
|
Rasionalisasi
|
1
|
Dx 1
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien menunjukkan rasa
percaya diri dan menampakkan ekspresi wajah yang ceria sehingga dapat tidur
dengan nyaman dan pola tidur kembali meningkat.
Kriteria
hasil :
Jam
tidurbertambah
Kualitas
tidur meningkat
Tidak
sulit lagi untuk tidur
Ekspresi
wajah tampak ceria (tidak ada kekhawatiran)
Lebih
percaya diri.
|
· Tingkatkan
aktivitas di siang hari, sesuai indikasi.
*Buat
jadwal program aktivitas untuk siang hari bersama klien (jalan kaki, terapi
fisik).
*
Jangan tidur siang lebih dari 90 menit
*
Anjurkan klien untuk olah raga pagi hari
* Anjurkan
orang lain untuk berkomunikasi dengan klien rangsang ia untuk tetap terjaga.
·
Bantu upaya tidur
*
Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang tua-jam,
praktik hygiene, ritual (membaca, bermain)-dan patuhi semaksimal mungkin
*
Pastikan klien tidur tnpa gangguan selama sedikitnya 4 atau 5 periode, masing
|
-membuatkan jadwal aktifitas siang
hari:
Jalan kaki (olah raga),berinteraksi
dengan orang lain (bercerita dengan orang yang dekat),arahkan pada hal hal
positif lainnya
|
-diharapkan klien dapat mengalahkan
keinginan untuk tidur berlebih
-diharapkan klien bisa melakukan
kegiatan kegiatan positif sehingga pola tidur yang menyimpang dapat berubah
teratur dan terjadwal.
|
2
|
Dx 2
|
Mempertahankan
kebutuhan istirahat dan tidur dalam batas normal.
|
.
Lakukan identifikasi fsktor yang mempengaruhi masalah tidur.
b.
Lakukan pengurangan distraksi lingkungan dan hal yang dapat mengganggu tidur.
c.
Tingkatkan aktivitas pada siang hari.
d.
Coba untuk memicu tidur.
e.
Kurangi potensial cedera selama tidur
|
.
Membuat Pasien untuk memicu tidur
4.memeberikan pendidikan kesehatan
|
Di harapkan klien dapat memiliki
kualitas tidur yang baik tanpa ada gangguan
|
3
|
DX 3
|
Menunjukkan
kewaspadaan diri dari koping /kemampuan memecahkan masalah
|
*kaji
munculnya kemampuan koping positif
|
Menggunakan teknik ralaksasi,keinginan
untuk mengekspresikan perasaan
|
Menurunkan ansietas dan menyediakan
kontrol bagi pasien selama situasi krisis
|
4
|
DX 4
|
Menunjukkan
perbaikan ventilasi dalam rentang normal
|
Pertahankan
istirahat tidur dan aktifitas senggang
|
Observasi penyimpangan kondisi dan
atur posisi tidur kepala lebih tinggi
|
Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan konsumsi oksigen dan memudahkan perbaikan
|
5
|
DX 5
|
Mengidentifikasi
faktor faktor resiko individu
|
*Gunakan
kebijakan tentang penggunaan sedatif
*Awasi
individu secara ketat untuk keamanaan individu
|
*Mengobservasi perubahan
kondisi/perubahan dari pengunaan obat sedatif
*Libatkan orang terdekat klien untuk
mengingatkan hal hal yang membahayakan
|
*Menjamin penggunaan obat efektif
*menjamin klien untuk meningkatkan
aktivitas sehari hari
|
6
|
DX 6
|
Mengungkapkan
diri sendiri dan meningkatkan rasa percaya diri
|
*Gunakan
teknik teknik latihan peran
*Berikan
waktu dan penguatan untuk tindakan positif dan dorong klien untuk menerima masukan
|
Mengobservasi interaksi keluarga
,dinamika orang orang terdekat/pendukung
Memberikan konseling kepada klien dan
orang terdekat mengenai kondisi klien dan proses penyakitnya
|
Membantu pasien mempraktikan
perkembangan keterampilan untuk menghadapi peran baru dan dapat berinteraksi
dengan keluarga dan pendukung lainnya
Diharapkan keluarga dan orang terdekat
klien tidak mengucilkan dan bisa memaklumi dan membantu klien pada saat
terjadi serangan
|
2.18
Evaluasi
keperawatan
a.
Pola tidur klien berada pada rentang
normal yaitu sedikitnya 5 jam sehari (untuk dewasa) .
b.
Klien tidur dengan nyenyak dan tidak
terbangun pada malam hari.
c.
Klien menggunakan terapi relaksasi
setiap makan malam sebelum pergi
tidur dengan meminta klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap
tidur.
d.
Klien melaporkan perasaan nyaman setelah
terbangun di pagi hari dengan meminta klien melaporkan keberhasilan tidur dan
tetap tidur.
e.
Klien melaporkan dapat menyelesaikan
tanggung jawab pekerjaan dalam 4 minggu dengan mengobservasi ekspresi dan
prilaku nonverbal pada saat klien terjaga.
f.
Pola tidur normal untuk masa anak adalah
11-12 jam /hari terpenuhi, masa sekolah 10 jam/hari terpenuhi, masa remaja 7-8
jam/hari terpenuhi.
Pendokumentasian
hasil proses keperawatan bisa di buat dengan konsep SOAPIE seperti berikut :
Tabel 4
Evaluasi/Dokumentasi Keperawatan
No
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
EVALUASI (SOAPIE)
|
S
(subjective) : adalah
informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan.
O
(objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A
(analisis) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P
(planing) : adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
I
(implementasi) :
pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah, keluhan, atau mencapai
tujuan pasien . Tindakan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak
dilaksanakan akan membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena itu, pilihan
pasien harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses ini. Apabila kondisi
pasien berubah, intervensi mungkin juga harus berubah atau disesuaikan
E
(evaluasi) : Tafsiran dari efek tentang tindakan yang telah diambil adalah
penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan. Analisa dari hasil
yang dicapai menjadi fokus dari penilaian ketepatan tindakan. Kalau tujuan
tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan
tindakan alternatif sehingga dapat mencapai tujuan.
|
||
Setelah
di lakukan tindakan klien :
S
:- mengatakan tidur sudah mulai teratur sesuai jadwal
-mulai
tidur tidak lambat dan bangun tidak telat
-aktifitas
siang terjadwal
-bangun
merasa segar
-sudah
bisa berinteraksi dengan lingkungannya
O.:-klien
tampak segar,ceria
-
tidak sering ngantuk siang hari
-kegiatan
klien sudah mulai terarah
-patuh
minum obat dan melakukan konseling
-lingkungan
keluarga dan orang terdekat klien memaklumi dan bisa membantu klien saat
serangan
A
: masalah teratasi
I
: lanjutkan intervensi
E
:klien tidak murung,dapat hidup normal seperti lainnya
|
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Narkolepsi adalah
sauatu gangguan tidur yang berasal dari faktor genetik (keturunan). Banyak dari
penderitanya tidak sadar bahwa mereka sedang mengalami suatu kelainan, karena
memang tidak ada suatu bahaya yang ditimbulkan dari efek narkolepsi tersebut.
Kecuali serangan terjadi saat penderita melakukan suatu aktifitas tertentu.
Seperti mengemudi dan atau memegang suatu barang yang mudah pecah.
3.2 Saran
Narkolepsi, seperti
banyak kelainan neurologis lainnya, memerlukan penyesuaian gaya hidup untuk
pasien. Mereka harus mengatur kondisi mereka dan meggunakan resep untuk
membantu gejala. Jika gejala narkolepsi sudah dirasa ada, segeralah
berkonsultasi kepada dokter. Agar gangguan tersebut tidak berlarut-larut dan
semakin parah. Segeralah berusaha secara mandiri dengan cara menyeseuaikan gaya
hidup yang sehat dan benar jika anda sudah merasa mengidap gangguan narkolepsi.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengos.E.Maryln,dkk
(2002) Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Lynda Juall Carpenito-Moyet, (2002)Buku Saku
Diagnosis Keperawatan edisi 13,EGC,Jakarta.
Asmadi.2008. Tehnik prosedural keperawatan: konsep
dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika.
Kozier,B.,G.Erb. 2004. Fundamentals of Nursing:
Concepts, process, and practice. Seventh edition. New Jersey: Pearson Prentice
Hall.
Mubarak & Chayatin. 2008. Buku ajar
kebutuhan dasar manusia, Teori dan aplikasi dalam praktik. Jakarta : EGC
